Bikin Sketsa di Hari Ibu


Sampai sore tadi aku tak bisa menulis, anggap saja status, di facebook mengenai hari Ibu. Sore ini mendung, meski juga sedikit gerimis, tapi udara cukup segar. Aku suka suasananya. Lalu aku berjalan kaki keluar dengan segenap rasa, entah pergi kemana sejauh dua kilometer juga tanpa tujuan pasti. Tapi jelas bahwa aku membawa ransel ABRI berisi alat menggambarku. Juga aku tenteng tripod penyangga kamera. Sebelumnya, empat gorengan pisang berbungkus kertas yang aku beli, aku masukkan juga dalam ransel.

Dalam perjalananku, seorang perempuan entah bersuku apa dan siapa keluarganya, menangis sesenggukan. Sedang tangannya masih memegang telepon genggam. Seperti menunggu seseorang tapi ia lalu bangkit dan berjalan. Kami berpapasan di trotoar. Jangankan aku, ia sendiri tak dapat mencegah tetesan air matanya yang jatuh. Tetap, aku tak bisa berbuat apa-apa selain mendengar derai tangisnya yang tak gaduh saat ia berlalu di belakangku. Dalam perjalanan, yang entah kemana dan dimana aku akan berhenti, di benakku terngiang seorang perempuan muda yang menangis barusan. Terus menerus. Aku ingat ini hari Ibu.

Aku berhenti di sebuah halte pemberhentian berukuran panjang 1,5 meter yang lengang. Lebar trotoar sekira 1,5 meter juga. Melihat suasana tikungan jalanan dan lalu lintas yang tak ramah, bisa jadi halte ini tak pernah digunakan semestinya. Di samping halte, di atas trotoar, tenda warung makanan sedang dipancang dan dibentang. Pedagang makanan bersiap buka warung. Aku menyantap tiga pisang goreng bawaanku. Di halte ini aku menggambar hamparan rumah-rumah warga Rawasepat, Cililitan, Jakarta Timur. Rumah warga terletak lebih menjorok ke bawah dari pada jalanan. Jika dilihat dari jauh, halte dimana aku berada seperti berada di atas atap rumah.

Selesai menggabar aku santap satu pisang gorengku. Seorang ibu melewatiku lalu berhenti. Kami bincang-bincang soal kampung yang banjir dan sampai pula pada gambar menggambar saat ia lihat gambarku. Ia ramah. Ia lalu bercerita tentang anaknya yang sempat kuliah di Senirupa UNJ (Universitas Negeri Jakarta). Anaknya juga banyak terima kerjaan permintaan karikatur, katanya. Ia menanyaiku aku bersekolah dimana. Kami terus bincang-bincang. Hingga ia mengatakan bahwa ia harus lanjutkan berjalan sampai lampu merah di pertigaan jalan. Ia pergi dan aku tetap di sana beberapa saat. Tak lama aku beranjak pulang.

Di Hari Ibu aku temukan pengalaman bertemu dua perempuan. Perempuan muda yang sedih dan perempuan riang seusia di bawah ibuku. Oh iya, dengan ibuku, aku sudah lama tak bertemu. Kami baik-baik saja. Aku masih ingat terakhir kali aku memeluknya. Tepat ketika kami (aku, adik dan keluarga lain), meletakkannya di tanah. Setelah itu aku kerap kali bertemu dengannya dalam mimpi. Allahummaghfir laha warhamha wa'afiha wa'fu 'anha.



Comments

Popular Posts