Mengurus Perpanjangan SIM

Petugas memanggil peserta perpanjangan SIM untuk mengisi formulir pendaftaran


Pukul 6.30 aku berangkat menuju Blok M Square, Jakarta. Setiba di tempat pukul 7-an, masih lengang. Pedagang kue masih belum bubar, beberapa masih melayani pembeli termasuk melayaniku. Aku beli lemper seharga Rp. 1.500. 

“Sepuluh ribu dapat 7,” sahut si teteh saat kukeluarkan uang Rp 10.000 tanpa bertanya aku akan beli berapa. Lumayan, pikirku, buat sarapan nanti di lt. 3A. 


Usai membeli lemper aku kembali ke basement, sebelumnya aku sudah ke basement lalu terpikir beli sarapan aja dulu. Sepagi itu, pintu mal bahkan belum dibuka, harus naik melalui lift barang di basement. Atau, dari samping jalur basement bisa naik pakai kendaraan yang sekaligus parkir dimana tepat persis di pintu masuk lantai 3A.

Kursi-kursi tertata rapi ketika aku tiba di lantai yang aku tuju, 3A. Gelap. Hanya ada dua orang duduk di




deretan kursi depan antrean, selebihnya ada dua sekuriti di ujung yang sedang mencatat orang yang punya tujuan sama denganku.

“Boleh lihat kartu identitasnya?”

Aku menyodorkan KTP untuk dicatat namaku di urutan nomor 6 antrian pendaftaran perpanjangan SIM di Gerai SIM A & C Polda Metrojaya di Blok M Square. Sekuriti itu bilang, petugas Polda datang dan akan panggil dari data antrean ini sekitar pukul 9-an buat isi formulir perpanjangan. Pelayanan dimulai pukul 10. 


Sepagi yang sepi ini aku antri setelah kemarin aku datang pukul 13 yang tentu saja tak dapat jatah kuota buat daftar, sebab hanya dibatasi 70 orang saja. Informasi yang aku tahu jam operasional dimulai pukul 13.00-20.00. Ada perubahan sejak pandemi ini, aku pikir. Pelayanan dimulai pukul 10-14.


Sementara masih pukul 7.30, aku bikin beberapa sketsa sembari menunggu petugas datang. Satu, dua, tiga dan seterusnya orang berdatangan dan mendaftarkan namanya ke sekuriti. Dari guru, sopir ojek online, karyawan swasta, laki perempuan, pekerja kantoran, berkaos pendek, berkemeja dan menjadi catata semua baju harus berkerah.


Seorang petugas pria telah datang pukul 9 dan beri informasi mengenai tata cara dan biaya. Ia panggil satu persatu daftar antrian dan membagikan formulir setelah pendaftar menyetor fotokopi KTP dan SIM asli. KTP asli dikembalikan sementara SIM asli disimpannya.

“Ini (formulir) diisi dulu nanti dikembalikan ke saya lagi, ya,” bilangnya. Aku isi formulir yang sudah distaples dengan fotokopi KTP-SIM itu. 


Seorang bertanya sambil menunjuk kotak-kotak yang isinya aku juga nggak paham tapi aku tahu yang dia tanyakan, “ini diisi nggak?”

“Coret silang saja yang kotak ‘Perpanjangan’,” jawabku.



Orang-orang menunggu pemanggilan 




Sketsa toko sukucadang kendaraan motor


Para pengunjung bersorak ketika lampu lantai itu dihidupkan jelang pukul 10.


Pintu loket dibuka. Pukul 10 lewat sedikit, ia memanggil ulang sesuai antrian awal untuk proses perekaman. Di dalam, seorang ibu berdiri dan bercermin sambil  menata diri. Petugas itu datang lagi usai pemanggilan.

“Ibu duduk saja dulu, kursinya pas, kok, sudah dihitung untuk 8 orang.”

Tiap proses kelompok ada 8 orang. 


Setelah perekaman selesai, kami menunggu di luar ruang bersama para pendaftar lain kurang lebih 10 menit untuk menunggu pencetakan SIM. Satu persatu dipanggil ke loket buat ambil SIM dan sekaligus bayar. Lalu, giliranku.

“Ada uang pas saja?”

“Nggak ada, pak”

Aku diberi SIM baru dengan kembalian dua lembar Rp 10.000 setelah aku setor Rp 150.000.

“Terima kasih, pak.”


Selesai pukul 10.30 lantas aku pulang. Di luar gedung udara sudah panas.

Comments

  1. Mantep, broer.... kapan kapan cerita antre perpanjangan.... di mak Erot 😄

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts